Kamis, 26 Mei 2011

KKP Bab III

BAB III

GAMBARAN KEADAAN YANG DIINGINKAN

A. Konsep dan Teori yag Mendukung

Berkaitan dengan judul dan tujuan yang akan dicapai oleh Bidang Penelitian Substansi Hukum sebagaimana telah disebutkan di dalam Bab II, yakni peningkatan kinerja penyiapan penelitian dengan sasaran terwujudnya penyiapan penelitian yang matang, maka dipandang perlu memberikan batasan pengertian sebagai berikut:

1. Penyiapan berarti proses, cara, perbuatan menyiapkan atau menyusahkan sesuatu.[1]

2. Pelaksanaan berarti proses, cara, perbuatan, melaksanakan (rancangan, keputusan, dan sebagainya) .[2]

3. Penelitian berarti kegiatan pengumpulan, pengolahan, analisis, dan penyajian data yang dilakukan secara sistematis dan obyektif untuk memecahkan suatu persoalan atau untuk menguji suatu hipotesis untuk mengembangkan prinsipprinsip umum.[3]

4. Pengkajian berarti suatu penelitian yang dilakukan dari berbagai perspektif[4]

5. Substansi berarti isi, pokok, inti[5]

Dengan demikian “Penyiapan Pelaksanaan Penelitian dan Pengkajian Substansi Hukum berarti” perbuatan menyiapkan kegiatan pengumpulan, pengolahan, analisis, dan penyajian data yang dilakukan secara sistematis dan obyektif untuk memecahkan suatu persoalan atau untuk menguji suatu hipotesis untuk mengembangkan prinsipprinsip umum terhadap isi hukum”

Untuk memperjelas konsep tersebut, beberapa teori dapat dikemukakan sebagai berikut:

1. Pengertian Sistem Hukum

Pengertian Sistem Hukum itu terdapat dua faham, yaitu pengertian di dalam arti sempit (atau dalam arti materiil atau substansi hukum) dan pengertian dalam arti luas, yang melihat hukum sebagai sistem, sebagaimana diuraikan dibawah ini:[6]

Faham yang sempit adalah faham yang lazim dianut selama PJP I, sedang faham yang lebih luas melatar belakangi peningkatan pembangunan hukum dari SEKTOR menjadi BIDANG di GBHN 1993 yang mencanangkan pembangunan hukum dalam PJP II.

Dalam buku “Some thinking About System” tentang ”System theory” dalam makalah yang sebenarnya mencakup sejumlah makalah tentang teori sistem (System Analysis) dapat dibaca pendapat N. Jordan yang mengatakan: “We call a thing a system when we wish to express the fact that the thing is perceived/conceived as consisting of a set of elements, or parts, that are connected to each other by at least one discriminable, distinguishing principle……”.

Selain itu Morton A Kaplan dalam buku “System and Process in international Politics” berpenapat:

“A System of action is a set of variables so related, in contradistinction to its environment, that describable behavioral regularities characterize the internal relationships of the variables to each other and the external relationships of the variables to each other and the external relationships of the set of individual variables to combinations of external variables”.

Selanjutnya ia mengatakan :

The “state of a system” designates a description of the variables of the system. Since a system has an identify over time, it is necessary to be able to describe it at various tines, that is, to describe its successive states. It is also necessary to be able to locate the variable changes which five rise to different succeeding states”.

Kemudian oleh Keplan dikatakan pada halaman 5:

”When and input leads to a radical change in the relationship of the variables it is said to transform the characteristic behavior of the system. Such an input … will be called a step-level function which doffers from other functions by virtue of the fact that it alters the characteristic behaviour of a system”.

Dengan latar belakang pengertian tentang ”sistem” yang dikemukakan di atas kiranya jelas bahwa Hukum Nasional dapat dianggap sebagai suatu sistem, karena :

a. tediri dari sejumlah unsur atau komponen atau fungsi’variable yang selalu pengaruh mempengaruhi dan terkait satu sama lain oleh satu atau beberapa asas.

b. asas utama yang mengkaitkan semua unsur atau komponen Hukum Nasional itu ialah Pancasila dan Undnag-Undang Dasar 1945, disamping sejumlah asas-asas hukum yang lain, yang berlaku universal maupun berlaku lokl, atau berlaku dalam dan bagi disiplin hukum yang tertentu.

c. Semua unsur/komponen/fungsi/variable itu terpaut dan terorganisir menurut suatu struktur atau pola yang tertentu, sehingga senantiasa saling pengaruh mempengaruhi.

Pendekatan sistem/system approach inilah yang ternyata melatar belakangi GBHN 1993 Bidang Hukum yang telah membagi bidang Hukum ke dalam 3 (tiga) sub bidang, yaitu :

a. Sub-bidang Materi Hukum;

b. Sub-Bidang Aparatur Hukum; dan

c. Sub-bidang Sarana dan Prasarana Hukum.

Dengan demikian menjadi jelas bahwa (sistem) hukum itu tidak hanya terdiri norma-norma atau materi hukum belaka, akan tetapi senantiasa harus didukung oleh Apartur Hukum belaka, akan tetapi senantiasa dan Prasarana Hukum yang memadai, agar materi hukum itu benar-benar dapat ditegakkan (enforced).

Sebagai perbandingan dapat pula kita ambil berkembangnya teori (internasional) System Analysis dalam hubungan politik dan diplomasi internasional:[7] “Where as foreign – policy analysis concentrates on the actors, internsaional system analysis is pre occupred by the interantion The term “interaction” suggests challenge and response, give and take, and move and countermove”

Apabila kita lebih mendalami masing-masing sub-bidang tersebut di atas, maka ternyata:

a. Materi Hukum Mencakup: hukum tertulis/peraturan perundnag-undangan, yuriprudensi tetap, hukum kebiasan, dan perjanjian-perjanjian internasional.

Lebih jelas lagi dikatakan bahwa:[8] “The system approach to problems recognizes that the behaviour of any part of a system has some effect on the behaviour of the system as awhole. even if the individual components are performing welll, however, the system as a whole is not necessapily performing equally well” sebab: “Its is the interaction between the parts, and not the action of any single part that determines how well a system is performing.”

Di pihak lain materi hukum itu sendiri baru akan tercipta melalui proses kegiatan: perencanaan hukum, pembentukan hukum, penelitian hukum, pengembangan informasi hukum, penyelenggaraan dokumentasi hukum, pengembangan ilmu hukum, pembinaan pendidikan hukum, anotasi keputusan-keputusan hakim, analisis dan evaluasi hukum

b. Aparatur Hukum meliputi: para hakim, pengacara, konsultan hukum, aparatur penyuluhan hukum, Penerapan dan pelayanan hukum, seperti para pejabat eksekutif Pemerintah, dan sebagainya, Aparat penegakan hukum, seperti Polisi, Jaksa, dan sebagainya termasuk seluruh organisasi, lembaga-lembaga hukum, prosedur dan mekanisme hukum.

c. Sedang Sarana dan Prasarana Hukum meliputi seluruh perangkat keras (hardware), perangkat lunak (software) dan perangkat otak (brainware), yang harus mendukung kelancaran dan kelangsungan berperannya SHN secara mantap, seperti antara lain: Segala sarana dan prasarana badan-badan peradilan dan lain-lain penegak hukum; segala sarana dan prasarana biro-biro Hukum Departemen dan LPND; sistem jaringan Dokumentasi dan Informasi (SJDI) hukum; sarana dan prasarana bagi penelitian, pengembangan dan pendidikan hukum; sarana dan prasarana bagi pelayanan hukum; dan sebagainya

Jelaslah, bahwa sistem Hukum Nasional tidak hanya terdiri dari Materi Hukum belaka, (atau Sistem Hukum dalam arti sempit) tetapi merupakan kesatuan yang holistik dari sejumlah unsur atau komponen (seperti penegakkan hukum, pembentukan hukum, pendidikan hukum dan sebagainya) yang masing-masing pada gilirannya juga merupakan sub-sistem sub-sistem tersendiri.

Bahkan apabila diteliti GBHN 1993 mengenai pembangunan Materi Hukum di bawah butir c, c, dimana dikatakan, bahwa :

“Dalam pembentukan hukum perlu diindahkan ketentuan yang memenuhi nilai falsafah yang berintikan rasa keadilan dan kebenaran, nilai sosiologis yang sesuai dengan nilai budaya yang berlaku di masyarakat, dan nilai yuridis yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan yang berlaku”.

Maka sebenarnya ketiga nilai (filsafah, sosiologi dn yuridis) tersebut dapat dicakup dalam pembangunan satu sub-bidang baru, yaitu sub-bidang Budaya Hukum, yang akan menetukan baik pola pikir, kerangka maupun materi hukum dan perilaku hukum masyarakat Indonesia di masa yang akan datang.

Karena itu maka disimpulkan, bahwa Hukum Nasional sebagai Sistem terdiri dari 4 (empat) komponen atau sub-sistem, yaitu: Pertama, Budaya Hukum. Kedua, Materi Hukum. Ketiga, Lembaga, Organisasi, Aparatur dan Mekanisme Hukum, dan keempat, Prasarana dan Sarana Hukum.

Keempat komponen itu tidak hanya berkaitan satu sama lain, tetapi juga saling pengaruh mempengaruhi, sehingga sekalipun misalnya kita berhasil menyusun Materi Hukum yang sempurna, akan tetapi apabila hal tersebut itu tidak dapat didukung oleh dan berinteraksi dengan Budaya Hukum yang sesuai, atau Aparatur Hukum yang profesional, bahkan juga Prasarana dan Sarana Hukum yang cukup modern dan memadai, maka seluruh Materi Hukum itu tidak mungkin akan mendapat diterapkan dan ditegakkan, sebagaimana diharapkan sehingga Materi Hukum itu hanya tinggal menjadi huruf mati belaka.

Sistem Hukum Nasional yang dibentuk dapat dideskripsikan dalam Gambar 2 sebagai berikut:[9]

Gambar 2

SISTEM HUKUM NASIONAL

Dengan demikian Sistem Hukum Nasional bersumber pada Pancasila. Hal ini digambarkan pada lingkaran pertama adalah Pancasila, lingkaran kedua adalah UUD 1945, lingkaran ketiga adalah perundang-undangan, lingkaran keempat adalah yurisprudensi, dan lingkaran kelima adalah hukum kebiasaan.

2. Kerangka Sistem Hukum Nasional

Terjemahan istilah “kerangka” di dalam bahasa Belanda ialah “geraamte”, “struktuur” atau “skeleton”, atau “framework” (bahasa Inggris) yang menentukan bentuk suatu benda atau makhluk hidup. Demikianlah maka kerangka ikan berbeda dengan kerangka manusia, atau kerangka dinosaurus.[10]

Kerangka itu harus kokoh kuat karena merupaakn sesuatu yang menjadi tempat melekat atau berlindungnya berbagai organ dan bagian tubuh, barang atau makhluk hidup yang bersangkutan, tanpa mana makhluk atau barang itu tidak (lagi) merupakan makhluk atau barang tersebut.

Dalam kaitan dengan sistem hukum nasional, pengertian Kerangka sistem hukum nasional tentu merupakan metafor untuk menyatakan betapa jelas, tegas dan kuatnya SHN itu.

Oleh sebab Hukum Nasional itu dilihat sebagai suatu Sistem, yang terdiri dari sejumlah sub-sistem yang tertentu, maka ternyata bahwa kompnen Sistem Hukum Nasional tersebut selanjutnya dapat terwujud melalui sejumlah kegiatan yang saling berkaitan dan tunjang-menunjang satu sama lain, yaitu kegiatan-kegiatan:Pentaan Politik Hukum; Pengembangan Ilmu dan Filasafah Hukum; Pendidikan dan Penyuluhan; Informasi Hukum; Pengkajian dan Penelitian Hukum; Penerapan/Penataan dan Pelayanan Hukum; Pembentukan Hukum; Penindakan/Penegakkan Hukum; Perencanaan Hukum; Pengorganisasian/Pelembagaan; Evaluasi Hukum; dan Pengawasan Hukum

Kedua belas kegiatan tersebut di atas merupakan unsur-unsur Kerangka Istem Hukum Nasional kita, yang harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, agar seluruh Sistem Hukum Nasional juga dapat berfungsi dengan baik

3. Penelitian Substansi Hukum

Untuk menciptakan sistem hukum nasional dalam rangka mewujudkan keadilan, diperlukan beberapa tindakan antara lain: Penelitian dan pengkajian hukum; Perencanaan hukum; Pengawasan hukum; Pembentukan hukum; Penindakan hukum; Penerapan, penataan dan pelayanan hukum; Pendidikan hukum; Informasi hukum; Penyuluhan hukum; Pembentukan pola pikir; dan lain-lain

Hal tersebut dideskripsikan dalam Gambar 3 di bawah ini.

Gambar 3

PENELITIAN DAN PENGKAJIAN HUKUM

Gambar 3 di atas menunjukkan bahwa penelitian dan pengkajian hukum merupakan bagian penting dalam pembentukan dan pembaruan peraturan perundang-undangan menuju satu sistem hukum nasional dalam rangka mencapai keadilan yang dicita-citakan.

B. Tujuan, Sasaran, Kebijakan, Program

Peningkatan kinerja penyiapan penelitian yang optimal, memerlukan tujuan, sasaran, strategi, kebijakan dan program yang ingin dicapai sesuai dengan kondisi dan kemampuan yang ada. Tujuan, sasaran strategi, kebijakan dan program yang ada, diarahkan untuk mengoptimalkan kinerja Bidang Penelitian Substansi Hukum.

Tujuan, sasaran strategi, kebijakan dan program pada Bidang Penelitian Substansi Hukum dideskripsikan dalam Tabel 5 berikut:

Tabel 5

STRATEGI KEBIJAKAN DAN PROGRAM

Tujuan

Sasaran

Strategi

Kebijakan

Program

1

2

3

4

5

Peningkatan kinerja penyiapan penelitian dan pengkajian

Terwujudnya penyiapan penelitian dan pengkajian yang matang

Lakukan penyiapan penelitian dan pengkajian

Peningkatan penyiapan penelitian dan pengkajian

Pembuatan sarana penelitian dan pengkajian

Dari Tabel 5 di atas menunjukkan bahwa tujuan yang hendak di capai Bidang Penelitian Substansi Hukum adalah ‘peningkatan kinerja penyiapan penelitian dan pengkajian’, dengan sasaran ‘terwujudnya penyiapan penelitian dan pengkajian yang matang’. Strategi yang digunakan adalah ‘lakukan penyiapan penelitian dan pengkajian’, dengan kebijakan ‘peningkatan penyiapan penelitian dan pengkajian’. Program yang akan dilaksanakan Bidang Penelitian Substansi hukum adalah ‘pembuatan sarana peneelitian dan pengkajian’

C. Tingkat Kinerja yang Diinginkan

Rencana Kerja merupakan uraian target kinerja yang hendak dicapai oleh Bidang Penelitian Substansi Hukum. Target kinerja merepresentasikan nilai kuantitatif yang harus dicapai dari semua indikator kinerja yang melekat pada tingkat kegiatan maupun tingkat sasaran. Target kinerja pada tingkat sasaran stratejik akan dijadikan benchmark dalam mengukur keberhasilan organisasi dalam upaya pencapaian misi dan visinya. Target kinerja untuk tingkat kegiatan juga didefinisikan dalam Rencana Kinerja untuk tujuan pengukuran efisiensi dan efektivitas kegiatan.

Ikhtisar target kinerja untuk sasaran stratejik yang hendak dicapai adalah seperti pada Tabel 6 berikut:

Tabel 6

PENGUKURAN KINERJA KEGIATAN

No

Sasaran Stratejik

Indikator Kinerja

Target

Realisasi

1

2

3

4

5

1.

Terwujudnya penyiapan penelitian dan pengkajian yang matang

1. Tersedianya inventarisasi permasalahan hukum aktual

2. Tersedianya inventarisasi teori

3. Tersedianya instrumen baku

4 Naskah

4 Naskah

3 Naskah

100%

100%

100%

Dari Tabel 6 di atas menunjukkan bahwa realisasi pengukuran pencapaian sasaran diharapkan dapat tercapai 100%. Untuk mewujudkan capaian kinerja yang maksimal, maka perlu komitmen pimpinan.

Perencanaan stratejik yang disusun atas dasar komitmen bersama seluruh anggota organisasi akan menghasilkan komunikasi di dalamnya. Berdasarkan visi, misi, tujuan dan sasaran yang telah dirumuskan, maka penetapan tersebut sebagai cara jauh ke depan kemana instansi pemerintah dapat eksis, antisipatif, dan inovatif.[11]

Dengan adanya perencanaan stratejik, maka Bidang Penelitian Substansi Hukum dapat menyiapkan perubahan dan menuntun organisasi untuk menyusun stratejik yang berorientasi pada hasil.[12]

Penetapan indikator kinerja merupakan bagian integral dari perencanaan stratejik. Indikator yang jelas akan memperjelas juga tolok ukur mengenai apa yang akan dicapai dan menilai keberhasilan pencapaian sasaran. Indikator adalah keterangan, gejala yang dapat digunakan untuk mengetahui kemajuan tercapainya suatu sasaran.[13]



[1] Hasan Alwi, Pemred, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional dan Balai Pustaka, Jakarta, hlm. 1059.

[2] Ibid, hlm. 627.

[3] Ibid., hlm. 1163.

[4] Anonim, Pola Penelitian dan Pengkajian Hukum, BPHN, Jakarta, 2007.

[5] Hasan alwi, op. cit., hlm. 1095.

[6] Anonim, Pola Pikir Kerangka System Hukum Nasional,Serta Rencana Pembangunan Hukum Jangka Panjang , Badan Pembinaan Hukum Nasional, Jakarta, 2009/2010, hlm. 1 – 9.

[7] Enclyclopaedia Britanica (1990) jilid 27, hlm. 407 .

[8] Encyclopaedia Britanica (1990) jilid 21, hlm. 200.

[9] CFG Sunaryati Hartono, Politik Hukum Menuju satu sistem Hukum Nasional, Alumni, Bandung, 1991, hlm. 63. Periksa juga Anonim, Pola Pikir Kerangka System Hukum Nasional,Serta Rencana Pembangunan Hukum Jangka Panjang , op. cit. Periksa juga Anonim, Hukum Adinistrasi Negara (HAN), Modul Pendidikan dan Pelatihan Kepemimpinan Tingkat III, Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia, Jakarta, 2008, hlm. 49.

[10] Anonim, Pola Pikir Kerangka System Hukum Nasional,Serta Rencana Pembangunan Hukum Jangka Panjang , op. cit., hlm. 1 – 9.

[11] Anonim, Teknik-teknik Analisis Manajemen, op. cit., hlm. 24.

[12] Ibid.

[13] Ibid.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar